Jumat, 05 Januari 2018

Geologi Tata Lingkungan (Analisis Town Watching)



           
 
ANALISIS TOWN WATCHING TERHADAP POTENSI GEMPA BUMI PADA DESA LANGENSARI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2017

 

 

 

KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah mata kuliah Geologi Tata Lingkungan Analisis Town Watching Gempa Bumi ”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca di bidang Geologi dan Mitigasi Bencana.
Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah kehidupannya untuk menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam kehidupan guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan taqwa dirinya kepada Sang Maha Pencipta.
Harapan kami adalah sekiranya laporan survey ini dapat membantu dan memberi informasi kepada teman-teman mahasiswa khususnya program studi  perencanaan wilayah dan kota.
Kami juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.
Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Semoga makalah ini menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian dirinya. Amin.
Bandung, 21 Mei 2017

             Penyusun

DAFTAR ISI


BAB III GAMBARAN UMUM .................................................................................20

BAB I

PENDAHULUAN


1.1             Latar Belakang

Indonesia berada pada daerah pertemuan tiga lempeng tektonik yang aktif (Pasifik, Eurasia, Indo-Australia) menjadikan kawasan Indonesia memiliki  kondisi  geologi  yang  sangat kompleks.  Selain  menjadikan  wilayah Indonesia ini kaya akan sumber daya alam, salah satu konsekuensi logis dari kondisi ini adalah menjadikan wilayah Indonesia rawan bencana alam. Indonesia berada di daerah cincin gunung api asia pasifik. Secara geologi, didaerah seperti itu akan banyak dijumpai struktur geologi, seperti patah dan sesar. Konsekuensi lainya berada pada lempeng yang aktif adalah berada di daerah rawan bencana gempabumi.
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam terbesar manusia, gempa bumi terjadi begitu mendadak dan mengejutkan. Sehingga menimbulkan kepanikan umum yang luar biasa. Jawa Barat termasuk salah satu wilayah yang memiliki kerawanan bencana tinggi, kondisi ini  dipengaruhi  oleh  tatanan  geologi  yang kompleks sehingga rawan dengan bencana geologi. Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di wilayah Jawa barat telah terjadi 32 kali bencana gempa bumi yang merusak yang bersumber didarat sejak tahun 1883 sampai sekarang. Wilayah-wilayah  yang  mempunyai kecenderungan terjadi gempa yang sering adalah wilayah padat penduduk seperti Bogor, Cianjur,  Pelabuhanratu-Sukabumi, Rajamandala-Padalarang,  Ciami-Kuningan, Sumedang-Majalengka, Tasikmalaya, Bandung dan hampir seluruh wilayah pegunungan Jawa Barat Selatan.
Sesar Lembang yang terletak di Utara kota Bandung merupakan sumber gempa yang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan, mengingat posisinya yang sangat dekat dengan kota Bandung
yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menurut data BPS pada tahun 2013 memiliki populasi penduduk 2.48 juta jiwa. Gempa yang bersumber dari sesar ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas kota Bandung baik secara sosial maupun finansial. Pergeseran pertama dari sesar Lembang diperkirakan dari bagian timur bertepatan dengan pembentukan kaldera setelah letusan dahsyat gunung sunda purba sekitar 100.000 tahun yang lalu, sementara bagian barat bergeser pada 24.000 tahun yang lalu (Nossin, 1996).
Walaupun sebagian kalangan masih beranggapan bahwa Sesar Lembang bukan merupakan patahan yang aktif, bukti ilmiah menunjukkan hal sebaliknya. Pengamatan geodetik membuktikan bahwa sesar Lembang adalah sesar aktif, pergerakannya didominasi mekanisme sesar geser mengiri dengan kecepatan 3 mm/tahun (Meilano, 2009). Pengamatan kegempaan dengan menggunakan jaringan stasiun pengamatan gempa milik BMKG yang berada di sekitar Lembang juga menunjukkan aktivitas kegempaan yang membuktikan bahwa Lembang merupakan sesar aktif; pernah bergerak dalam 10.000 tahun terakhir (Keller & Pinter, 1996). Meskipun aktivitas kegempaan Sesar Lembang dapat digolongkan rendah, namun studi paleoseismologi menunjukkan bahwa antara 500-2000 tahun yang lalu mampu menghasilkan gempa dengan skala M6.6-M6.8 (Yulianto, 2011).
Kota Bandung terletak pada basin (cekungan) dengan sedimen yang memiliki kecepatan rambat gelombang geser yang rendah. Gelombang gempa dapat mengalami penguatan ketika melalui medium yang memiliki sifat seperti ini, sehingga efek kerusakan yang ditimbulkan dapat menjadi lebih besar di bandingkan medium yang menghantarkan gelombang geser dengan lebih cepat. Salah satu parameter teknik yang Jika magnitudo 6.8 dari hasil penelitian paleoseismologi digunakan sebagai parameter skenario maksimum untuk gempa yang berasal dari sesar Lembang, maka sebaran dari kekuatan guncangan berdasarkan salah satu persamaan atenuasi (Boore & Atkinson, 2008). Sebagian besar kota Bandung diperkirakan akan mengalami percepatan puncak sekitar 0.21 – 0.25 g atau setara dengan MMI VI-VII. Bangunan dengan desain dan konstruksi yang sangat baik diperkirakan tidak akan mengalami kerusakan yang berarti, sementara bangunan dengan konstruksi standar diperkirakan dapat mengalami kerusakan ringan hingga tingkat kerusakan sedang, namun bangunan dengan konstruksi yang buruk dapat mengalami kerusakan berat.

1.2        Tujuan dan Sasaran

1.2.1        Tujuan

    Mengidentifikasi potensi bencana gempa bumi serta tingkat kerentanannya terhadap bencana di kawasan Gunung Batu

1.2.2        Sasaran

    Untuk tahap selanjutnya yaitu menentukan sasaran, guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Adapan sasaran yang akan dilakukan, tahapan-tahapannya yaitu:

a.       Terindetifikasinya potensi kebencanaan di Kawasan Gunung Batu, Desa Lengansari, Lembang

b.      Terpetakannya kondisi kebencanaan dan kerentananan di wilayah kegiatan town watching

1.3        Ruang Lingkup Perencanaan

Lingkup wilayah kegiatan Town watching di kawasan Gunung Batu adalah melingkupi daerah Gunung Batu dari kawasan Bandung Utara seperti tergambarkan pada peta di bawah ini.

1.4        Metodologi

Pada  penelitian  ini,  penulis menggunakan data primer dan sekunder dengan mendatangi langsung lokasi objek penelitian serta membaca referensi dari artikel-artikel yang terdapat di internet. Selama  melakukan  penelitian,  penulis mendapatkan beberapa foto dari beberapa titik di Kawasan Gunung Batu Lembang yang akan dijadikan tempat sebagai titik penelitian. Selain  melakukan  penelitian  mengenai kondisi geologi, pada penelitian ini dilakukan studi mengenai potensi gempa bumi yang sewaktu-waktu akan terjadi diwilayah terebut.

1.5        Sistematika Pelaporan

I.                   PENDAHULUAN
     Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang kegiatan serta tujuan dan sasaran yang akan dicapai, disertai dengan ruang lingkup dan metodologi pelaksanaan kegiatan watching

II.                TINJAUAN LITERATUR
             Pada bab ini memberikan gambaran mengenai  kebencanaan dari sisi teori serta kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kebencanaan di wilayah pelaksanaan kegiatan town watching

III.             GAMBARAN UMUM WILAYAH KEGIATAN
            Pada bab ini memberikan gambaran umum wilayah kegiatan town watching yaitu di Gunung Batu

IV.             HASIL KEGIATAN TOWN WATCHING
            Pada bab ini memaparkan hasil-hasil pengamatan dari town watching di Gunung Batu dan memberikan penjelasan sesuai kondisi eksisting di lapangan

V.                ANALISIS HASIL KEGIATAN TOWN WATCHING
            Pada bab ini menganalisis kesesuaian hasil kondisi lapangan dengan kebijakan serta teori yang terkait dengan kebencanaan di wilayah pengamatan town watching

VI.             KESIMPULAN
Pada bab ini memberikan kesimpulan yang terkait dengan hasil analisis kegiatan town watching di Gunung Batu serta memberikan saran saran yang    terkait dengan pengembangan di wilayah Gunung Batu











BAB II

TINJAUAN LITERATUR


2.1             Tinjauan Teori

2.1.1        Town Watching

Town watching adalah teknik partisipatif yang digunakan dalam masyarakat atau perencanaan lingkungan dalam konteks unit administrasi yang lebih besar (seperti kota atau kabupaten), dan diharapkan keikutsertaan masyarakat agar dapat mengenali masalah kelompok dan pada akhirnya dapat membuat suatu solusi bersama. Proses pemecahan masalah dipandu oleh setidaknya satu ahli atau profesional terlatih dalam satu atau lebih banyak aspek planningiv (Ogawa,2005). Town watching yang  telah dikembangkan adalah sebagai suatu teknik yang dilakukan oleh perencana kota menonton yang telah dikembangkan sebagai teknik yang dilakukan oleh perencana-perencana kota Jepang pada tahun 1970an yang pada akhirnya menjadi popular sebagai alat partisipatif   dalam   machizukuriv   (Setagaya   Machizukuri    Pusat 1993) . "
Machizukuri " telah diterjemahkan sebagai " perencanaan masyarakat " oleh Evansvi ( 2001) , dan sebagai " kota yang membuat " partisipatif masyarakat bangunan vii ( Yamda 2001) . " Machi " berarti kota, kabupaten, masyarakat dan " Zukuri " berarti membuat atau membangun . Asal usul " Machizukuri " dapat ditelusuri sebagai gerakan yang terkait dengan tindakan warga terorganisir untuk melawan polusi di 1960 di Jepang, pemerintah daerah dibutuhkan untuk beradaptasi dengan menyertakan konsultasi dengan warganya . Akhir-akhir ini , di beberapa machizukuri  daerah  berkembang  menjadi  bentuk  partnerships     ( Yoshimura 2002). Di beberapa tahun terakhir, gerakan " machizukuri " muncul dari praktek perencanaan Jepang dengan fokus utama pada perkotaan desain yang mendorong keterlibatan warga. Kekhawatiran machizukuri seperti akses ke jalan umum, ruang terbuka, lahan gunakan, dll baik diperhitungkan oleh proses town watching. Pada akhirnya penggunaan istilah town watching telah diperpanjang untuk berurusan dengan masalah fisik yang berkaitan dengan bencana dan keselamatan seperti kondisi aman atau tempat aman dan rute evakuasi.
Contoh Bagan alir kegiatan Town watching (www.preventionweb.net)
Tujuan town watching adalah :
1.      Mengetahui situasi dan kondisi daerah rawan bencana
2.      Meningkatkan kesadaran kepada suatu komunitas atau grup baik orang dewasa maupun anak-anak akan kesadaran pencegahan bencana
3.      Membudidayakan kemampuan pengumpulan informasi, pemikiran, penilaian, ekspresi dan komunikasi dari setiap anggota komunitas atau grup akan suatu wilayah rawan bencana
4.      Wadah sharing pengalaman akan bencana
5.      Menunjukkan masalah-masalah regional dan menyarankan solusi
6.      Membangun sistem kerjasama kapanpun terjadi bencana
7.      Persiapan untuk bencana oleh penduduk lokal dengan kesadaran mengangkat pencegahan bencana
8.      Menjadi pemicu bagi anak-anak untuk menjadi pemimpin penting dalam bencana pencegahan di wilayah mereka







Contoh Bagan alir persiapan Town watching (www.preventionweb.net)

2.1.2        Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007).
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Kerugian yang terjadi dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian yang disebabkan karena ketidakberdayaan manusia akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia (Tohari, 2008).
Bencana
Non Alam
Alam
 




      Konsepsi Bencana (UU RI No. 24 Tahun 2007)
Definisi bencana seperti dipaparkan di atas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
a.       Terjadinya peristiwa atau gangguan terhadap masyarakat.
b.      Peristiwa atau gangguan tersebut membahayakan kehidupan dan fungsi dari masyarakat.
c.       Mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi sumber daya mereka.
d.      Semakin besar bencana terjadi, maka kerugian akan semakin besar apabila manusia, lingkungan, dan infrastruktur semakin rentan
(Himbawan, 2010). Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka masyarakat tersebut dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu. Bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam, maka tidak akan terjadi bencana.

2.1.3           Pembagian Bencana dan Faktor-Faktor Terjadinya Bencana

Menurut Depkes RI (2007), bencana dapat dikelompokkan menjadi bencana alam dan bencana non alam, yaitu bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya risiko bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam antara lain :
a.         Kondisi alam serta perbuatan manusia dapat menimbulkan bahaya bagi makluk hidup, yang dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan penurunan kualitas lingkungan.
b.        Kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen   di   dalam   suatu   wilayah   yang    berisiko bencana.
c.         Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
d.        Dengan beragamnya faktor penyebab bencana serta luasnya ruang lingkup dan dimensi bencana sesuai UU No 24 Tahun 2007, maka dibutuhkan keterlibatan beragam keahlian dalam upaya mengatasi dan pengurangan risiko bencana, mulai dari keilmuan sosial menyangkut kelembagaan, organisasi, pemberdayaan keluarga dan  masyarakat, sampai di bidang teknik dan ahli dinamika model dan analisis system ( Depkes RI, 2007).

2.1.4        Bahaya (Hazard)

Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan United Nations-International Strategy for Disaster Reduction (UN- ISDR, 2004), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:
a.         Bahaya beraspek geologi, antara lain: gempa bumi, tsunami, gunung api, longsor.
b.        Bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang.
c.         Bahaya beraspek biologi, antara lain: wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman.
d.        Bahaya beraspek teknologi, antara lain: kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kegagalan teknologi.
e.         Bahaya     beraspek          lingkungan,     antara  lain:     kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.

2.1.5        Definisi Kerentanan(Vulnerability)

Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Cannon (1994) berpendapat bahwa kerentanan adalah sifat individual atau kelompok dari masyarakat yang mendiami suatu lingkungan alami, sosial dan ekonomi tertentu, yang dibedakan menurut keadaan yang berbeda dalam masyarakat. Kerentanan tersebut dibagi dalam 3 aspek yaitu:
a.    Derajat kekenyalan (degree of resilience) sistem mata pencaharian tertentu dari individu atau kelompok, dan kapasitas untuk bertahan dari dampak bahaya (hazard).
b.    Komponen "kesehatan", adalah kemampuan untuk pemulihan dari cedera dan kemampuan menyelamatkan diri dari bahaya.
c.    Derajat preparedness (warning system).

Awatonna (1997:1-2) menjelaskan bahwa tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila 'bahaya' terjadi pada 'kondisi yang rentan', " Natural disasters are the interaction between natural hazards and vulnerable condition ". Kerentanan bencana tersebut terbagi ats 6 (enam) tipe, yaitu:
1.      Kerentanan Sosial (social vulnerability)
2.      Kerentanan kelembagaan (Institutional vulnerability)
3.      Kerentanan sistem (system vulnerability)
4.      Kerentanan ekonomi (economic vulnerability)
5.      Kerentanan lingkungan (enviromental vulnerability)
6.      Kerentanan akibat tindakan yang tidak memikirkan keberlanjutan (vulnerability caused unsustainable practice)

2.1.6        Definisi Kapasitas (Capacity)

Kapasitas adalah kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana pada semua tahapannya, melalui berbagai sistem yang dikembangkannya (tradisisi budaya, gotong royong, kesiapan darurat, kemampuan bangkit kembali, kemampuan membangun yang siap menghadapi ancaman bencana dsb).
Kapasitas dapat dikategorikan ke dalam:
a.  Fisik atau materi, yang berarti bahwa manusia dengan sumber daya ekonomi dan materi yang memadai dapat bertahan lebih baik. Hal ini bisa dalam bentuk uang tunai, tanah, peralatan, makanan, pekerjaan atau akses untuk mendapatkan kredit.
b.  Sosial atau organisasi yang membantu mereka untuk dapat menghadapi, tahan dan mampu menangani ancaman yang mungkin ada.  Komunitas dengan kepemimpinan yang baik, kepedulian lokal dan institusi nasional serta dapat borbagi sumber daya fisik, maka mereka akan lebih mampu bertahan.
c. Tingkah laku atau motivasi, yaitu anggota masyarakat yang peduli dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri dan tingkat kepercayaan untuk menghadapi tantangan bencana alam.
Kapasitas ditentukan berdasarkan kesiapan dalam mitigasi dan melakukan langkah tanggap darurat untuk menangani potensi dan kejadian bencana. Kapasitas daerah meliputi kekuatan dan sumber daya yang ada pada individu, komunitas, dan pemerintah yang dapat membantu daerah dalam menghadapi kejadian bencana, melakukan upaya mitigasi atau memulihkan kembali kondisi dari bencana. Kapasitas juga dapat diukur dari tingkat kesiapan dengan beberapa parameter antara lain pengetahuan, kelembagaan, mekanisme kerja dan sumberdayanya. Jika di suatu daerah belum mempunyai unsur parameter tersebut sama sekali, maka kapasitas daerah dalam menghadapi bencana dikatakan masih rendah.
Analisis tingkat ketahanan dapat diidentifikasi dari 3 (tiga) aspek, yaitu
a.                   rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,
b.                  kemampuan mobilitas masyarakat dalam evakuasi dan penyelamatan,
c.                   ketersediaan peralatan yang dapat digunakan untuk evakuasi.
Semakin banyak fasilitas dan tenaga kesehatan di kawasan rawan bencana, akan membuat tingkat ketahanan kawasan bencana semakin tinggi. Kemudahan    akses  mobilitas masyarakat dalam evakuasi juga ikut mempertinggi ketahanan terhadap bencana.

2.1.7        Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana yang benar-benar terjadi.

Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu :
a.         Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana;
b.        Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana;
c.         Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
d.        Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.
Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak. Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah menimbulkan korban dan kerugian.
Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.
Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan  kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut :
Risk (R) = H xV/ C
Keterangan =>   R  : Resiko Bencana
                           H  : Bahaya
                           V  : Kerentanan
                           C  : Kapasitas
Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain :
a.       Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah longsor
b.      Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.
c.       Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana.
d.      Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.
e.       Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.
f.       Dan lain-lain

2.1.8        Bencana Alam Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang  terjadi  di  permukaan  buni  akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Dalam pembagiannya,  gempa  bumi  digolongkan menjadi dua, yaitu gempa bumi vulkanik dan gempa  bumi  tektonik.  Gempa  Bumi vulkanik (Gunung Api) terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya  ledakan  yang  juga  akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa Bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi.
Istilah gempa bumi sesungguhnya bermacam-macam tergantung dari penyebabnya, misalnya gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan dan gempa buatan. Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa runtuhan banyak terjadi di pengunungan yang runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di sekitar dam (penahan air) dikarenakan fluktuasi air dam (penahan air) dan gempa buatan adalah gempa yang dibuat oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral. Sedangkan gempa yang disebabkan oleh tabrakan/ tumbukan antar lempeng. Skala gempa tektonik jauh lebih besar di bandingkan dengan jenis gempa lainnya sehingga dampaknya lebih besar terhadap bangunan (Ella dan Usman, 2008).
Teori yang terbaru menerangkan bahwa gempa tektonik berasal dari dekade 1960-an. Menurut teori ini kerak bumi terdiri dari 14 lempeng tektonik besar dan puluhan lempeng kecil yang selalu bergerak. Lempengan ini terus bergerak karena bagian dalam bumi bentuknya adalah cairan pekat. Cairan-cairan tersebut selalu mengalir, walaupun rata-rata pergerakannya hanya beberapa sentimeter pertahun (Ella dan Usman, 2008).



2.2        Tinjauan Kebijakan

2.2.1        Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis berada pada kawasan rawan bencana  sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Definisi rawan bencana di dalam UU ini dijelaskan sebagai kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

2.2.2        Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Dalam undang-undang ini selain definisi bencana yang disebutkan lebih komprehensif juga diatur pengelolaan dan kelembagaan di tingkat pusat sampai daerah beserta pembagian tanggung  jawabnya. Termasuk dalam komponen utama di dalam rencana aksi dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana yaitu, melakukan identifikasi, asesmen, dan pemantauan terhadap resiko bencana dan pemantauan terhadap berbagai resiko bencana dan meningkatkan kemampuan deteksi dini. Salah satu fokus dalam dalam penanggulangan bencana yang dicantumkan dalam undang- undang ini adalah penguatan Penataan Ruang. Dalam hal ini berarti bahwa domain pengelolaan dampak bencana sesungguhnya tidak hanya bergerak pada segi penaggulangan saja (ex post), melainkan harus pula memasukkan segi antisipasi (ex ante).

2.2.3        Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-undang ini mengatur mengenai bangunan gedung yang meliputi fungsi, persyaratan, penyelenggaraan, peran masyarakat, dan pembinaan. Dimana fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus, dimana satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi. Fungsi-fungsi bangunan gedung tersebut harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

2.2.4        Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi

Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah/provinsi dalammelaksanakan penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dan dengan sasaran dapat meminimalkan kerugian yang terjadi akibat letusan gunung berapi dan gempa bumi, baik korban jiwa maupun materi, yang dilakukan melalui penataan ruang kawasan rawan letusan gunung berapi       dan kawasan rawan gempa bumi      sehingga dapat dipertahankan konsistensi kesesuaian antara pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang kawasan dimaksud.






BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1        Kabupaten Bandung Barat dan Sekitarnya


Kabupaten Bandung Barat adalah kabupaten di Provinsi Jawa BaratIndonesia, sebagai hasil pemekaran Kabupaten Bandung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang di sebelah barat dan utara, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi di sebelah timur, Kota Bandung di sebelah selatan, serta Kabupaten Cianjur di sebelah barat dan timur.
Kabupaten Bandung Barat mewarisi sekitar 1.400.000 penduduk dari 42,9% wilayah lama Kabupaten Bandung. Pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat berlokasi di Kecamatan Ngamprah yang terletak di jalur Bandung-Jakarta. Dan untuk sementara waktu, pusat pemerintahan Kabupaten Bandung Barat dipindahkan ke Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah akan di pilih menjadi pusat pemerintahan pada tahun mendatang.





                       
           Luas Wilayah Per Kecamatan di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015

3.2        Letak Geografis Kabupaten Bandung Barat

Secara  astronomis,  Kabupaten Bandung  Barat  terletak  antara 6 0 ,373’  sampai  dengan  7 0 ,131’ Lintang Selatan dan 107 0 ,110’ sampai dengan 107 0 1440’ 06” Bujur Timur. Data iklim bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika hanya mencakup data iklim provinsi Jawa Barat. Suhu udara ditentukan oleh tinggi rendahnya  wilayah  tersebut terhadap  permukaan  laut  dan jaraknya dari pantai. Curah hujan pada suatu tempat antara  lain  dipengaruhi  oleh keadaan iklim, keadaan agrografi, dan  perputaran/pertemuan  arus angin. Karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamatan. Kecamatan  terluas  di  Kabupaten Bandung  Barat  adalah  Kecamatan Gununghalu  dan  kecamatan  yang memiliki luas terkecil adalah Kecamatan Batujajar.


3.3        Kependudukan








Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Barat menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di
Kabupaten Bandung Barat, 2015










Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Kabupaten Bandung Barat, 2015
Sumber : Hasil Proyeksi Penduduk Tahun 2010-2035 (Pertengahahn Tahun/Juni)

3.4        Potensi Bencana Gempa Bumi DiKabupaten Bandung Barat

            Bencana Alam Gempa Bumi sering menjadi salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia .Lintasan yang dilalui oleh sesar lembang di Kecamatan Lembang merupakan wilayah pemukiman yang padat dan dapat berpotensi membahayakan. Para peneliti sepakat, jika terjadi pergerakan di patahan itu, maka akan dapat memicu gempa bumi dan yang akan mengancam hidup banyak orang. Namun sayangnya, masyarakat yang tinggal di sekitar Lembang belum banyak yang mengetahui bahaya tentang pergerakan Sesar Lembang ini. Dari daerah yang dilaluinya, sesar lembang tentu saja mempunyai dampak-dampak bila aktif atau bergeser secara tiba-tiba. Getaran akibat pergerakan berada di bawah tanahi ni memberikan pengaruh luas, namun tidak terlalu berbahaya. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kedalaman getaran. Struktur patahan menyebabkan gempa di permukaan, yang dalam hal ini bisa merusak bangunan diatasnya serata keadaan jumlah penduduk lintasan sesar lembang Kecamatan Lembang yang mencapai 100.922 jiwa.
              Berikut jumlah penduduk di 10 desa yang terdapat di Kecamatan Lembang.Kecamatan lembang memiliki potensi akan terjadinya bencana alam gempa bumi yang diakibatkan oleh pergeseran sesar lembang. Kondisi ini akan mengancam keselamatan jiwa dan harta benda penduduk yang berada di kawasan tersebut. Perencanaan dan pengelolaan kawasan rawan bencana alam perlu diperlakukan secara khusus melalui usaha pencegahan dan dapat disimpulkan rumusan masalah adalah “Apa Dampak , Besaran Resiko Bencana yang ditimbulkan oleh Sesar Lembang di Kecamatan Lembang dan Bagaimana Mengurangi Resiko Bencana Sesar Lembang dalam Penataan Ruang”.Melihat fenomena diatas tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah Mengindentifikasi Dampak Resiko Bencana Sesar Lembang,menganalisis resiko bencana sesar lembang,menyusun arahan pemanfaatan ruang dengan menggunakan analisis resiko bencana dan kesesuaian lahan.Metode analisis yang dipakai pada studi ini adalah metode analisis kajian resiko bencana yaitu analisis kepadatan penduduk,kepadatan permukiman dan analisis kesuaian lahan untuk Berdasarkan hasil analisis kecamatan lembang menunjukan zona wilayah aman,waspada dan bahaya serta tingkat resiko yang tinggi dari beberapa indikator yang berada pada 5 Desa yaitu Gudangkahuripan, Kayuambon, Langensari, Lembang, Mekarwangi yang terletak pada radius 6,7,8,9 dan 10 sedangkan nilai kerugian kerentanan keseluruhan yang terjadi akibat bencana alam gempa bumi yang di akibatkan oleh pergerakan sesar lembang dan kerugian besar berada mencapai lebih dari Rp.1.127.169.668.750.
               Berdasarkan pembahasan yang telah didapat, peneliti memberikan rekomendasi terhadap pola pemanfaatan ruang berbasis mitigasi bencana di zona bahaya,waspada dan aman dan tingkat resiko dan kerugian yang tinggi yaitu sebagian permukiman pada zona bahaya 250 m dari pusat lintasan sesar lembang diralokasikan pada wilayah zona aman karena akan dijadikan ruang terbuka hijau untuk meminimalisasikan tingkat kerugian serta mengatur penggunaan lahan untuk fasilitas umum dan adanya jalur evakuasi dan system peringatan dini agar tidak terjadi kerugian dan tingkat resiko yang tinggi






BAB IV

HASIL TOWN WATCHING



4.1        Lokasi Kegiatan Town Watching





Lokasi kegiatan town watching di desa Langensari mencakup kawasan desa Langensari menuju Gunung Batu.

KEGIATAN TOWN WATCHING
Kegiatan town watching dilakukan pada hari Minggu 21 Mei 2017 hingga Senin 22 Mei 2017, dengan menggunakan alat bantu berupa GPS, kamera berbasis koordinat, peta dan alat tulis bantu. Beberapa permasalahan yang menjadi bahan acuan penentuan lokasi adalah:
a.    Kawasan rawan sesar lembang gempa bumi  
b.    Kepadatan penduduk di wilayah desa Langensari
c.    Pembangunan pemukiman yang berada di kawasan Bandung Barat
d.    Limbah yang semakin mencemari desa Langensari berupa kotoran ternak sapi.

4.2        Gambaran Kondisi Eksisting Dari Wilayah Kegiatan Town Watching

Dari pengamatan yang dilakukan selama kegiatan town watching dijabarkan dalam bentuk tabel di bawah ini.  Tabel Hasil pengamatan town watching di desa Langensari Kawasan Langensari – menuju arah Gunung Batu.
NO
Lokasi pengamatan
lokasi
Hasil pengamatan
1.
Di lokasi ini merupakan pusat gempa.
2.
kondisi bangunan di desa Langensari dilihat dari foto sebagian bangunan tingkat kerapatannya sangat tinggi dan menghambat jalur evakuasi bila terjadi gempa bumi.
3.
Di lokasi ini menjadi tempat untuk evakuasi bila terjadi gempa bumi di desa langensari.
4.

Mata penceharian warga desa langensari ialah sebagian besar bercocok tanam.
5.
Terdapat pos pemantauan di gunung batu/patahan lembang.






4.3     Hasil Gambar Survey dan Wawancara di Desa Langensari






wawancara dengan staf kantor desa Langensari
Hasil Wawancara dengan Kepala Desa Lengansar
i

Wawancara dengan warga Desa Langensari













BAB V

ANALISIS


5.1        Analisis kebijakan Kabupaten Bandung Barat

Berdasarkan hasil kegiatan town watching, kondisi di lapangan menunjukkan kebijakan yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah kabupaten Bandung Barat selaku pengemban Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Hal ini dapat dilihat bahwa belum adanya alokasi dana khusus untuk kawasan rawan bencana serta belum adanya sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat tentang bahaya yang akan ditimbulkan oleh sesar lebang yang salah satunya bertempat di Gunung Batu, Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yang dimaksud diatas adalah Dana Penanggulangan Bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, saat tanggap darurat, pemulihan segera (early recovery) dan/atau pascabencana.
PERDA Provinsi Jawa Barat No.2 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, yang tertuang dalam Paragraf 2 “Situasi Tidak Terjadi Bencana” Pasal 15 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 huruf a, meliputi:
a.    perencanaan penanggulangan bencana;
b.     pengurangan risiko bencana;
c.     pencegahan;
d.   pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
e.    persyaratan analisis risiko bencana;
f.     pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah;
g.    pendidikan dan pelatihan; dan
h.    persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a.       pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
b.      pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
c.       analisis kemungkinan dampak bencana;
d.      pemilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
e.       penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan
f.       alokasi tugas, kewenangan dan sumberdaya yang tersedia.

5.2        Analisis kebijakan penataan ruang

Di dalam RTRW Kabupaten Bandung Barat No.2 Tahun 2012 dapat dilihat terdapatnya suatu rencana pembuatan Jalur dan ruang evakuasi bencana. Namun apabila dilihat dari beberapa hasil penelitian dilapangan masih belum adanya peran ikut serta pemerintah daerah dalam permasalahan tersebut yang seharusnya melakukan sosialisasi tempat dimana evakuasi tersebut dilakukan Serta belum adanya kejelasan tempat yang sebagaimana tertuang didalam RTRW Kabupaten Bandung Barat yaitu Jalur evakuasi bencana gempa bumi tektonik dikecamatan lembang melalui jalan bandung-lembang menuju ruang evakuasi bencana dikota Bandung.
 Di dalam penataan ruang kabupaten Bandung Barat , terlihat masih perlunya penataan yang menyeluruh tentang ruang pemanfaatan di kawasan Gunung Batu, dimana hampir seluruh ruang pemanfaatan tersebut memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi untuk dapat dimanfaatkan bagi permukiman dengan tingkat kepadatan sedang hingga tinggi. Apabila hal tersebut tidak diperhatikan, maka para pengembang hotel mupun villa akan membangun bangunan dikawasan Gunung Batu tersebut yang sangat rawan bencana gempa bumi, ini juga diperkuat dengan adanya Sesar Lembang, yang memungkinkan memberikan dampak yang cukup serius terhadap masyarakat di wilayah Kabupaten Bandung Barat.

5.3        Analisis Kebijakan Mengenai Kawasan Pariwisata

Gunung Batu Lembang merupakan salah satu tanda sejarah geologi di kawasan Kota Bandung dan sekitarnya. Gunung yang berada di ketinggian 1292 MDPL ini terbentuk dari pembekuan magma Gunung Sunda Purba. Disini juga terdapat sebuah sesar yang memliki potensi untuk terjadinya gempa di daerah Kota Bandung. Sesar yang sempat diteliti oleh LIPI dan USGS  ini  bergerak  dengan  percepatan pergeseran 3 sampai 3.5 milimeter per tahun. Sesar ini dapat menjadi daya tarik pengunjung apabila dijadikan Kawasan Geopark.
Selain sebagai pendidikan, kawasan Gunung Batu juga dapat digunakan sebagai tempat olahraga luar ruangan dan tempat menyalurkan hobi fotografi karena dapat digunakan sebagai tempat panjat tebing serta memliki pemandangan yang indah. Dari puncak gunung ini terlihat dua gunung, yaitu Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Burangrang. Hal ini dapat digunakan sebagai spot untuk penyaluran hobi fotografi. Selama ini, daerah Gunung  Batu Lembang belum dikelola secara resmi oleh Pemerintah  Kabupaten  Bandung  Barat maupun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika dilihat dari potensinya, jika Gunung Batu dijadikan Kawasan Geopark Nasional akan menghasilkan pendapatan bagi daerah. Selain  mendatangkan  keuntungan material,  dengan  dijadikannya  Kawasan Geopark Nasional maka seluruh informasi tentang geologi dan sejarah di Gunung Batu akan  tersalurkan  kepada  masyarakat. Masyarakat  disekitar juga  dapat  diikut sertakan misalnya menjadi tour guide atau yang memberikan informasi seputar Gunung Batu  dan  Sesar  Lembang  sehingga memberdayakan masyarakat sekitar. Melihat kondisi diatas, sudah sebaiknya Gunung Batu Lembang dijadikan Kawasan Geopark  Nasional  sehingga  Pemerintah Kabupaten,  Pemerintah  Provinsi  dan khususnya masyarakat sekitar memperoleh keuntungan materil dan juga memberikan informasi dan pembelajaran seputar geologi dan sejarah kepada masyarakat umum dengan berkunjung ke kawasan ini.

5.4        Analisis Kebijakan Mengenai Bencana Gempa Bumi

Daerah sesar lembang merupakan daerah yang sangat rawan dengan gempa bumi. Dengan keadaan sesar lembang yang masih aktif dan banyak penduduk yang hidup di sekitar sesar lembang, membuat mitigasi bencana di daerah sesar sangat perlu dilakukan. Pengamatan ini dilakukan dengan metode studi literatur dan studi lapangan ini menghasilkan saran-saran untuk mitigasi bencana sesar lembang. Saran tersebut diantaranya membuat pemetaan yang lebih teliti dan komprehensif, memberikan sosialisasi kepada masyarakat dengan kondisi sesar lembang yang aktif dan merancang jalur evakuasi saat terjadi gempa bumi.
Sesar Lembang yang terletak di Utara kota Bandung merupakan sumber gempa yang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan, mengingat posisinya yang sangat dekat dengan kota Bandung yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menurut data BPS pada tahun 2013 memiliki populasi penduduk 2.48 juta jiwa. Gempa yang bersumber dari sesar ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas kota Bandung baik secara sosial maupun finansial.






Menurut Bapak Irwan Meilano, pakar Geodesi ITB, kecepatan laju geser dari sesar lembang setiap tahun adalah 2 mm. Itu adalah hasil rata-rata, bisa lebih pada suatu tempat, dan bisa kurang di suatu tempat. Pengamatan ini menggunakan Global Position System, yang keakuratannya  dapat  dipercaya.  Hal  ini membuktikan sesar lembang masih aktif. Sesar lembang membentang sepanjang 22 kilometer dari Maribaya ke Cisarua. Jejak sesar tersebut menghilang di Cisarua sedangkan di Maribaya membelok ke selatan. Sesar Maribaya terhubung dengan sesar Cimandiri dan sesar Baribis yang aktif.
Salah satu daerah yang juga dilintasi  Sesar  Lembang  adalah Gunung Batu. Wilayah tersebut merupakan wilayah pemukiman yang padat dan dapat rawan bencana bila terjadi gempa bumi.
Dari daerah yang dilaluinya, sesar lembang tentu saja mempunyai dampak-dampak bila aktif atau bergeser secara tiba-tiba. Getaran akibat pergerakan berada di bawah tanah ini memberikan pengaruh luas, namun tidak terlalu berbahaya. Hal ini sangat bergantung pada tingkat kedalaman getaran. Struktur patahan menyebabkan gempa di permukaan, yang dalam hal ini bisa merusak bangunan diatasnya.
Analisis Bahaya, kerentanan, dan kapasitas yang ditimbulkan oleh Gunung Batu, Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat
BAHAYA (HAZARD)
KERENTANAN (VULNERALIBITY)
KAPASITAS (CAPACITY)
Magnitute
Struktur Bangunan yang tidak kuat terhadap ancaman bahaya gempa bumi



Pelatihan atau Sosialisasi kepada para pelajar

PGA
Padatnya penduduk yang mendiami wilayah tersebut


Adanya tempat evakuasi

MMI
Perilaku masyarakat yang acuh terhadap ancaman bahaya gempa bumi

PETA SESAR
Masyarakat yang masih berada dibawah garis kemiskinan




Terbatasnya lahan yang menghambat prosess evakuasi



 

 

 




BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1        Kesimpulan

Berdasarkan hasil town watching di Desa Langensari, Kecamatan Lembang, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Pada umumnya, Kabupaten Bandung Rentan sangat rentan terhadap bencana gempa bumi yang berasal dari aktivitas sesar lembang ini. Salah satu daerah yang rawan adalah daerah Gunung Batu. Terlebih lagi setelah ada penelitian dari Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung Rahma Hanifa yang mengatakan: “Masyarakat di Bandung Raya, khususnya yang tinggal di sekitar Lembang, Kabupaten Bandung Barat, diminta untuk mewaspadai potensi gempa Sesar Lembang. Dengan kekuatan gempa yang diperkirakan bermagnitudo 6-7 skala richter, dampak gempa bisa menyerupai gempa di Bantul, Yogyakarta (2006) atau di Pidie Jaya, Aceh (2016)”. Oleh karena itu, Mitigasi bencana mesti segera dilakukan kepada  masyarakat,  gempa  besar  akan mengancam kita kapan pun. Tidak ada yang lebih  baik  selain  mengantisipasinya, mengurangi resiko, agar tidak ada korban nyawa maupun harta.
2.      Gunung Batu Lembang yang terbentuk dari pembekuan magma Gunung Api Sunda Purba dan berada di Zona Cekungan Bandung memiliki potensi untuk dijadikan  sebagai  Kawasan  Geopark Nasional. Berdasarkan aspek-aspek yang harus ada dalam kawasan geopark, Gunung Batu  Lembang  telah  memenuhi  aspek tersebut. Selain akses yang mudah, Gunung Batu Lembang yang terdapat sebuah sesar, yaitu Sesar Lembang, memiliki potensi pendidikan dan potensi wisata rekreasi.
3.      untuk mengurangi dampak gempabumi di sekitar sesar lembang perlu dilakukan:
1. Sosialisasi terhadap masyarakat sekitar sesar lembang
2. Pemetaan sesar secara lebih komprehensif
3. Pencabutan izin mendirikan bangunan di sekitar sesar
4. Bila diizinkan membangun rumah, gunakan pondasi dan struktur tahan gempa
5. Pemanfatan lahan sesar yang aman dan nyaman untuk masyarakat
6. Dibuat peta evakuasi, tempat berkumpul serta posko-posko perlindungan bila terjadi gempa.

6.2        Saran

Beberapa saran yang diberikan adalah:
1.                   Pemerintah pusat maupun daerah seharusnya secara konsisten menerapkan amanat yang tertulis di dalam RTRW Kabupaten Bandung Barat No.2 Tahun 2012 dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.2 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, yang harus dijalankan secara komprehensif dan berkesinambungan.
2.                   Dilakukanya usaha-usaha untuk memberikan kepekaan terhadap kerentanan lingkungannya perlu ditingkatkan kepada masyarakat di wilayah rawan bencana ini agar mereka dapat memahami kondisi alam tempat lingkungan kehidupan mereka sehari-hari.





Daftar Pustaka


           http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html. Diakses pada tanggal 22 Mei 2017/18:29
           https://rovicky.files.wordpress.com/2009/10/mitigasi-bencana.pdf. Diunduh pada tanggal 22 Mei 2017/0:14
           http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/609/jbptitbpp-gdl-harismanni-30416-3-2008ts-2.pdf . Diunduh pada tanggal 22 Mei 2017/12:05
           http://www.gitews.org/tsunamikit/en/E6/further_resources/national_level/peraturan_menteri/Permendagri%20332006_Pedoman%20Umum%20Mitigasi%20Bencana.pdf. Diunduh pada tanggal 22 Mei 2017/0:23
           http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33906/Chapter%20II.pdf?sequence=4. Diunduh pada tanggal 21 Mei 2017/11:39
           http://www.preventionweb.net/files/12062_TownWatching.pdf. Diunduh pada tanggal 21 Mei 2017/10:08
           https://bandungbaratkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Kecamatan-Lembang--Dalam-Angka-2016.pdf.  Diunduh pada tanggal 22 Mei 2017/17:47